Berikut ini akan dipaparkan beberapa hal yang merupakan bukti bukti nyata yang makin meyakinkan kita bahwa Al Qur'an bukanlah hasil rekaan Nabi Muhammad SAW, melainkan wahyu Alloh yang diturunkan kepada beliau sebagai RasulNya
Lebah Betina
An Nahl (Lebah), 16:68 :“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : ‘buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia”
Kata kerja “buatlah” adalah terjemahan dari kata Arab attakhidzi yang merupakan bentuk feminin. Bahasa Arab mengenal bentuk feminin, (muannats) dan bentuk maskulin (muzakkar) seperti bahasa Jerman yang memisahkan kata bendanya menjadi feminin (ditandai dengan “die), maskulin (ditandai dengan “der”) serta netral (ditandai dengan “das”).
Bentuk feminin digunakan jika seluruh hal yang diacunya itu adalah perempuan atau betina, sedangkan bentuk maskulin digunakan jika sebuah kelompok terdiri atas paling sedikit satu laki-laki atau pejantan. Oleh karena itu, ayat Al Qur’an itu sebenarnya berbunyi,
“Buatlah, wahai lebah-lebah betina, sarang-sarang…”
Sekelompok lebah terdiri dari tiga jenis : seekor ratu betina, lebah-lebah pekerja (yang mengumpulkan madu dan membuat sarang), dan lebah-lebah pejantan, yang tugas satu-satunya adalah membuahi lebah ratu dan kemudian dibunuh oleh lebah-lebah pekerja. Lebah-lebah yang terakhir ini (pekerja) berjenis kelamin betina dengan organ-organ seks yang tidak berkembang. Jadi, kata-kata dalam perintah ini sesuai dengan kenyataan bahwa lebah-lebah jantan tidak ikut serta dalam membangun sarang – hanya lebah-lebah pekerja betina saja yang terlibat dalam kegiatan ini.
Pergantian Malam & Siang serta Bentuk Bumi
Az Zumar (Rombongan-Rombongan) 39 : 5 yaitu :
“Dia telah menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar. Dia menyelimutkan malam atas siang dan menyelimutkan siang atas malam…
Prof. Jeffrey Lang, seorang profesor matematika di Universitas Kansas mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Kata kerja bahasa Arab kawwara (attsulatsi mujarrot/akar kata dari takwir & yukawwir yang terdiri dari huruf kaf, wau, & ro – K, W, R) yang diterjemahkan di atas sebagai “menyelimutkan” (Depag RI menerjemahkannya sebagai “menutupkan”) memiliki makna yang lebih tepat. Kata itu berasal dari akar kata bahasa Arab yang sama untuk kata bola (kurah – terdiri dari huruf kaf, wau, & ro yang ditambah akhiran huruf ta’ marbuthoh yang dibaca ha – K, W, R, + H) dan secara pasti memiliki makna membungkus atau membelitkan sesuatu di sekeliling sebuah
objek yang bundar, seperti membelitkan tali di sekeliling gulungan benang.
Dari perspektif planet bumi, hal ini betul-betul serupa dengan apa yang terjadi, bahwa setengah lingkaran malam yang diikuti setengah lingkaran siang diselimutkan pada permukaannya secara terus-menerus. Hal ini disebabkan oleh rotasi bumi dan posisi matahari yang relative tetap terhadap bumi. Ungkapan yang digunakan Al Qur’an dalam menggambarkan hal ini sungguh”hebat” kecuali kalau kita menerima bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah.
Al Furqon (Pembeda) 25:62 : “Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”
Matahari & Bulan
Nuuh (Nabi Nuh), 71:15-16 : “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan (qomar) sebagai cahaya (nur) dan menjadikan matahari (syams) sebagai pelita (siroj)?”
An Nabaa’ (Berita Besar) 78 : 12-13: “Dan Kami bangun di atas kamu tujuh buah yang kokoh. Dan Kami jadikan pelita (siroj) yang amat terang (wahhaj)”
Al Furqaan (Pembeda) 25:61: “Maha Suci Dia yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang (buruj) dan Dia menjadikan juga padanya pelita (matahari) dan bulan yang bercahaya.”
Banyak ayat dalam Al Qur’an yang menyebut matahari dan bulan. Bila kata-kata bahasa Arab ini diselidiki, terungkaplah sifat yang menarik. Pada ayat-ayat ini, kata siroj (lampu) dan wahhaj (terang membara) dipakai untuk matahari (syamsi), sedangkan untuk bulan (qomar), digunakan kata munir (cerah berbinar-binar) dan nuur (cahaya). Sungguh, manakala matahari menghasilkan panas yang amat tinggi & sinar yang amat terang sebagai akibat dari reaksi nuklir di dalamnya, bulan hanya memantulkan cahaya yang diterimanya dari matahari.
Perbedaan antara matahari & bulan itu sungguh merupakan bukti dalam ayat ini. Yang satu dilukiskan sebagai sumber cahaya dan yang lain sebagai pemantul cahaya. Ini adalah bukti ilmiah karena pengetahuan mengenai matahari sebagai bintang, dan bulan sebagai semacam planet yang tidak memiliki sumber cahaya sendiri baru diketahui berabad-abad kemudian semenjak wahyu ini diturunkan 1400 tahun silam.
Penentuan Jenis Kelamin Bayi
An Najm (Bintang) 53: 45-46
“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. Dari air mani, apabila dipancarkan.”
Sampai beberapa waktu terakhir ini, orang-orang memperkirakan bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh gen-gen lelaki dan perempuan secara bersamaan. Ilmu genetika dan mikrobiologi yang kian maju pada abad ke-20 membuktikan bahwa pihak perempuan tidak berperan dalam proses ini. Dua dari 46 kromosom yang menentukan struktur manusia merupakan kromosom jenis kelamin. Kromosom-kromosom ini disebut XY pada pria dan
XX pada wanita karena bentuk kromosomnya menggambarkan huruf-huruf ini. Kromosom Y adalah kromosom yang pada khususnya membawa gen-gen laki-laki. Pembentukan bayi berawal dengan penyatuan dua kromosom: satu dari si ayah dan satu dari si ibu. Karena perempuan hanya memiliki kromosom X, sel-sel reproduksinya (ovum) hanya akan mengandung kromosom ini.
Di sisi lain, lelaki mempunyai kromosom X & Y, sehingga setengah dari sel-sel reproduksinya (spermatozoa) merupakan kromosom X dan setengah lainnya Y. Jika suatu sel telur menyatu dengan spermatozoa yang mengandung kromosom X, keturunannya adalah perempuan; jika
penyatuannya dengan sperma yang mengandung kromosom Y, keturunannya adalah laki-laki.
Dengan kata lain, jenis kelamin bayi ditentukan oleh yang mempunyai kromosom X dan Y, yaitu pihak laki-laki, yang menyatu dengan kromosom X dari si perempuan. Hal ini sama sekali belum
diketahui hingga penemuan genetika pada abad ke-20. Di dalam banyak budaya, justru diyakini bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh
kondisi tubuh (kesehatan dan lain-lain) sang ibu. Itulah sebabnya mengapa wanita-wanita disalahkan bila mereka mendapatkan anak perempuan (keyakinan primitif ini masih sering terjadi, termasuk di negara kita yang tercinta). Akan tetapi, 13 abad sebelum pengetahuan mengenai gen-gen ini ditemukan, Al Qur’an mengungkapkan informasi yang menyangkal kepercayaan tradisional ini. Ayat diatas dengan jelas menyatakan bahwa jenis kelamin dari bayi yang terlahir bukanlah ditentukan oleh kondisi si ibu, melainkan oleh gen yang dibawa si lelaki.
Sidik Jari
Al Qiyaamah (Hari Kebangkitan) 75: 3-4:
“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun (kembali) ujung jari-jemarinya dengan sempurna.”
Mengapa ujung jari? Ada apa di ujung jari? Terdapat suatu ciri yang membedakan seorang manusia dengan 6 milyar penduduk bumi lainnya, suatu ciri yang unik dan tidak memiliki duanya diantara 6 milyar penduduk bumi, suatu ciri yang baru diketemukan pada abad ke-19 dan oleh ilmuwan Henry Faulds dari Inggris dinyatakan tidak berubah sepanjang hayat. Suatu ciri yang tidak mungkin diketahui oleh seorang Nabi Arab yang ummy (buta huruf) pada abad ke-7 Masehi, karena penggunaan ciri yang disebut sidik jari ini baru dikenal luas pada tahun 1884 sebagai identifikasi para pelaku kriminal. Jika pola pikir anda sama seperti kaum Arab pada abad ke-7 yang menganggap kebangkitan kembali adalah kemustahilan , takutlah pada Allah yang telah mengetahui kondisi janin secara detail dan juga Tuhan yang telah menaruh sidik jari di setiap ujung jari manusia yang pernah terlahir di bumi.
selanjutnya klik -->>disini
Lebah Betina
An Nahl (Lebah), 16:68 :“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : ‘buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia”
Kata kerja “buatlah” adalah terjemahan dari kata Arab attakhidzi yang merupakan bentuk feminin. Bahasa Arab mengenal bentuk feminin, (muannats) dan bentuk maskulin (muzakkar) seperti bahasa Jerman yang memisahkan kata bendanya menjadi feminin (ditandai dengan “die), maskulin (ditandai dengan “der”) serta netral (ditandai dengan “das”).
Bentuk feminin digunakan jika seluruh hal yang diacunya itu adalah perempuan atau betina, sedangkan bentuk maskulin digunakan jika sebuah kelompok terdiri atas paling sedikit satu laki-laki atau pejantan. Oleh karena itu, ayat Al Qur’an itu sebenarnya berbunyi,
“Buatlah, wahai lebah-lebah betina, sarang-sarang…”
Sekelompok lebah terdiri dari tiga jenis : seekor ratu betina, lebah-lebah pekerja (yang mengumpulkan madu dan membuat sarang), dan lebah-lebah pejantan, yang tugas satu-satunya adalah membuahi lebah ratu dan kemudian dibunuh oleh lebah-lebah pekerja. Lebah-lebah yang terakhir ini (pekerja) berjenis kelamin betina dengan organ-organ seks yang tidak berkembang. Jadi, kata-kata dalam perintah ini sesuai dengan kenyataan bahwa lebah-lebah jantan tidak ikut serta dalam membangun sarang – hanya lebah-lebah pekerja betina saja yang terlibat dalam kegiatan ini.
Pergantian Malam & Siang serta Bentuk Bumi
Az Zumar (Rombongan-Rombongan) 39 : 5 yaitu :
“Dia telah menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar. Dia menyelimutkan malam atas siang dan menyelimutkan siang atas malam…
Prof. Jeffrey Lang, seorang profesor matematika di Universitas Kansas mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Kata kerja bahasa Arab kawwara (attsulatsi mujarrot/akar kata dari takwir & yukawwir yang terdiri dari huruf kaf, wau, & ro – K, W, R) yang diterjemahkan di atas sebagai “menyelimutkan” (Depag RI menerjemahkannya sebagai “menutupkan”) memiliki makna yang lebih tepat. Kata itu berasal dari akar kata bahasa Arab yang sama untuk kata bola (kurah – terdiri dari huruf kaf, wau, & ro yang ditambah akhiran huruf ta’ marbuthoh yang dibaca ha – K, W, R, + H) dan secara pasti memiliki makna membungkus atau membelitkan sesuatu di sekeliling sebuah
objek yang bundar, seperti membelitkan tali di sekeliling gulungan benang.
Dari perspektif planet bumi, hal ini betul-betul serupa dengan apa yang terjadi, bahwa setengah lingkaran malam yang diikuti setengah lingkaran siang diselimutkan pada permukaannya secara terus-menerus. Hal ini disebabkan oleh rotasi bumi dan posisi matahari yang relative tetap terhadap bumi. Ungkapan yang digunakan Al Qur’an dalam menggambarkan hal ini sungguh”hebat” kecuali kalau kita menerima bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah.
Al Furqon (Pembeda) 25:62 : “Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”
Matahari & Bulan
Nuuh (Nabi Nuh), 71:15-16 : “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan (qomar) sebagai cahaya (nur) dan menjadikan matahari (syams) sebagai pelita (siroj)?”
An Nabaa’ (Berita Besar) 78 : 12-13: “Dan Kami bangun di atas kamu tujuh buah yang kokoh. Dan Kami jadikan pelita (siroj) yang amat terang (wahhaj)”
Al Furqaan (Pembeda) 25:61: “Maha Suci Dia yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang (buruj) dan Dia menjadikan juga padanya pelita (matahari) dan bulan yang bercahaya.”
Banyak ayat dalam Al Qur’an yang menyebut matahari dan bulan. Bila kata-kata bahasa Arab ini diselidiki, terungkaplah sifat yang menarik. Pada ayat-ayat ini, kata siroj (lampu) dan wahhaj (terang membara) dipakai untuk matahari (syamsi), sedangkan untuk bulan (qomar), digunakan kata munir (cerah berbinar-binar) dan nuur (cahaya). Sungguh, manakala matahari menghasilkan panas yang amat tinggi & sinar yang amat terang sebagai akibat dari reaksi nuklir di dalamnya, bulan hanya memantulkan cahaya yang diterimanya dari matahari.
Perbedaan antara matahari & bulan itu sungguh merupakan bukti dalam ayat ini. Yang satu dilukiskan sebagai sumber cahaya dan yang lain sebagai pemantul cahaya. Ini adalah bukti ilmiah karena pengetahuan mengenai matahari sebagai bintang, dan bulan sebagai semacam planet yang tidak memiliki sumber cahaya sendiri baru diketahui berabad-abad kemudian semenjak wahyu ini diturunkan 1400 tahun silam.
Penentuan Jenis Kelamin Bayi
An Najm (Bintang) 53: 45-46
“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. Dari air mani, apabila dipancarkan.”
Sampai beberapa waktu terakhir ini, orang-orang memperkirakan bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh gen-gen lelaki dan perempuan secara bersamaan. Ilmu genetika dan mikrobiologi yang kian maju pada abad ke-20 membuktikan bahwa pihak perempuan tidak berperan dalam proses ini. Dua dari 46 kromosom yang menentukan struktur manusia merupakan kromosom jenis kelamin. Kromosom-kromosom ini disebut XY pada pria dan
XX pada wanita karena bentuk kromosomnya menggambarkan huruf-huruf ini. Kromosom Y adalah kromosom yang pada khususnya membawa gen-gen laki-laki. Pembentukan bayi berawal dengan penyatuan dua kromosom: satu dari si ayah dan satu dari si ibu. Karena perempuan hanya memiliki kromosom X, sel-sel reproduksinya (ovum) hanya akan mengandung kromosom ini.
Di sisi lain, lelaki mempunyai kromosom X & Y, sehingga setengah dari sel-sel reproduksinya (spermatozoa) merupakan kromosom X dan setengah lainnya Y. Jika suatu sel telur menyatu dengan spermatozoa yang mengandung kromosom X, keturunannya adalah perempuan; jika
penyatuannya dengan sperma yang mengandung kromosom Y, keturunannya adalah laki-laki.
Dengan kata lain, jenis kelamin bayi ditentukan oleh yang mempunyai kromosom X dan Y, yaitu pihak laki-laki, yang menyatu dengan kromosom X dari si perempuan. Hal ini sama sekali belum
diketahui hingga penemuan genetika pada abad ke-20. Di dalam banyak budaya, justru diyakini bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh
kondisi tubuh (kesehatan dan lain-lain) sang ibu. Itulah sebabnya mengapa wanita-wanita disalahkan bila mereka mendapatkan anak perempuan (keyakinan primitif ini masih sering terjadi, termasuk di negara kita yang tercinta). Akan tetapi, 13 abad sebelum pengetahuan mengenai gen-gen ini ditemukan, Al Qur’an mengungkapkan informasi yang menyangkal kepercayaan tradisional ini. Ayat diatas dengan jelas menyatakan bahwa jenis kelamin dari bayi yang terlahir bukanlah ditentukan oleh kondisi si ibu, melainkan oleh gen yang dibawa si lelaki.
Sidik Jari
Al Qiyaamah (Hari Kebangkitan) 75: 3-4:
“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun (kembali) ujung jari-jemarinya dengan sempurna.”
Mengapa ujung jari? Ada apa di ujung jari? Terdapat suatu ciri yang membedakan seorang manusia dengan 6 milyar penduduk bumi lainnya, suatu ciri yang unik dan tidak memiliki duanya diantara 6 milyar penduduk bumi, suatu ciri yang baru diketemukan pada abad ke-19 dan oleh ilmuwan Henry Faulds dari Inggris dinyatakan tidak berubah sepanjang hayat. Suatu ciri yang tidak mungkin diketahui oleh seorang Nabi Arab yang ummy (buta huruf) pada abad ke-7 Masehi, karena penggunaan ciri yang disebut sidik jari ini baru dikenal luas pada tahun 1884 sebagai identifikasi para pelaku kriminal. Jika pola pikir anda sama seperti kaum Arab pada abad ke-7 yang menganggap kebangkitan kembali adalah kemustahilan , takutlah pada Allah yang telah mengetahui kondisi janin secara detail dan juga Tuhan yang telah menaruh sidik jari di setiap ujung jari manusia yang pernah terlahir di bumi.
selanjutnya klik -->>disini
Blogged with the Flock Browser
Tidak ada komentar:
Posting Komentar