Berdasarkan bukti bukti yang telah dipaparkan di postingan sebelumnya, maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa tidak mungkin Al Qur’an hasil rekayasa Muhammad, karena pada abad ke-6 di zaman Nabi Muhammad masih hidup belumlah ditemukan teleskop untuk memecahkan teori konstelasi, ekspanding universe dan beberapa teori astronomi lainnya, belum ditemukan mikroskop untuk meneliti rangkaian DNA, dengan keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi saat itu belumlah memungkinkan untuk mengeksplorasi kedalaman lautan dengan kapal selam untuk menemukan pertemuan 2 arus laut asin dan tawar, dan banyak lagi keistimewaan lain yang dapat membuktikan bahwasanya bahasa Qur’an adalah murni kalamulloh. Selain itu alangkah lebih baiknya kita sebagai generasi muda Islam dapat menemukan kebenaran lain yang terkandung dalam Al Qur’an hingga titik kepercayaan kita terhadap kebenaran Al Qur’an bahwasanya diturunkan oleh Alloh adalah kuat dan memiliki pembuktian yang bukan hanya berdasar atas taqlid buta kita, atau ikut ikutan saja.
Dan apabila Al Qur’an adalah kitab yang BENAR diturunkan oleh Alloh, maka didalamnya adalah daftar aturan main (guide book) dalam hidup agar kita sebagai makhluknya dapat menjalankan hidup ini sesuai dengan apa yang Dia inginkan.
“Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan didalamnya, sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa” (QS. Al Baqarah:2)
“Sesungguhnya Kami menjadikan Al-Qur'an dalam bahasa Arab supaya kalian berfikir.” (QS. Az-Zukhruf:3)
“Al Qur’an diturunkan dengan (menggunakan) bahasa arab yang jelas.” (QS. Asy-Syu’ara: 195)
“Dan sesungguhnya telah Aku mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS.Al Qamar:17)
Dan apabila pemikiran kita terhadap kebenaran Al Qur’an itu telah mengerucut ke pola yang lebih benar, maka akan dapat diambil suatu rumus sederhana tentang hidup dimana ;
“ Apabila kita merasakan dilema dalam hidup, atau hidup kita terasa seperti melawan arus yang tak dapat dibendung berarti kita telah hidup dengan berpedoman kepada sesuatu yang salah.”
Mengapa demikian? Karena dalam Al Qur’an itu sendiri diterangkan fitrah kita sebagai makhluk pelaku hidup, bagaimana seharusnya kita menerapkan aturan yang benar di dalam kehidupan kita sendiri dan orang lain disekitar, Sehingga apabila kita tidak sejalan dengan aturan Alloh maka secara otomatis kita menentang fitrah kita sendiri dan menolak sistem kehidupan yang fitrah. Selain itu ada juga cara bagaimana menyikapi alam, sekaligus mengelola alam beserta isinya dengan benar, dan jika kita tidak sejalan dengan aturan yg benar, maka akan ada dampak negatif yang akan kita alami, baik itu bersifat pribadi, gejolak sosial, bahkan gejolak di alam.
“dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah) , maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. ( QS. Al Maidah : 49)
Untuk lebih dalam mengkaji tentang bencana apa saja yang kita alami dikarenakan pengingkaran kita terhadap aturan main yang benar dari Alloh, sebelum beranjak ke postingan selanjutnya “saya ingin mengajak pembaca semua untuk sama sama kembali membaca keadaan disekitar kita, apakah sudah sesuai dengan aturan baku yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an”.
Wallohu alam bishowab...
[+/-] Selengkapnya...
[+/-] Ringkasan saja...
Dua Laut yang Berdampingan namun Tidak Bercampur Airnya
“Dan Dialah yang mempertemukan dua laut; yang ini tawar lagi segar, dan yang ini asin lagi pahit. Dan Dia menjadikan di antara keduanya ada batas dan penghalang yang tidak terlampaui.” QS,25:53
“Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,” QS,55:19
“antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” QS,55:20
“Maka ni’mat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? QS,55:21
Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” QS,55:22
Cobalah untuk melihat ke arah lautan. Bayangkanlah seandainya ada pertemuan air laut dari dua lokasi yang berbeda, yang satu dari laut lain sedangkan satunya lagi dari laut yang lain lagi. Kedua air laut tersebut bertemu di suatu tempat. Seandainya masing-masing dari dua air laut tersebut memiliki salinitas (kadar garam) yang berbeda atau temperature yang berbeda, apakah keduanya akan bercampur ketika bertemu di satu tempat sehingga keadaan awal dari masing-masing (salinitas maupun temperature) berubah menjadi satu keadaan salinitas dan temperature yang baru ?
Al Quran menjawab dengan pasti dan penuh percaya diri, bahwa salinitas maupun suhu awal dari masing-masing air laut tersebut tetap dipertahankan dan tidak saling mempengaruhi, walaupun kedua air laut tersebut bertemu di satu tempat, dengan kata lain tidak terjadi percampuran ! Bagaimana ilmu pengetahuan & tehnologi menanggapi penegasan Al Quran tersebut? Mendukungkah (membenarkan) atau menyalahkan ? Ternyata bukti ilmiah (empiric) membuktikan fakta tentang adanya kebenaran yang ditegaskan oleh Al Quran tersebut.
Penelitian modern di masa sekarang menemukan adanya gejala yaitu bahwa ada batas di antara dua air laut yang bertemu di satu tempat, sehingga masing-masing air laut tersebut tetap memiliki (mempertahankan) temperature, salinitas (kadar garam) maupun densitas (kekentalan) yang berbeda. Dengan makna yang setara yaitu keadaan air laut yang satu dengan lainnya tidak saling mempengaruhi, walaupun keduanya bertemu di satu tempat, karena adanya batas di antara pertemuan dari dua air laut tersebut.
“Modern Science has discovered that in the places where two different seas meet, there is a barrier between them. This barrier divides the two seas so that each sea has its own temperature, salinity and density” (sumber: Principles of Oceanography, Davis, Page: 92 – 93)
Dan dengan salinitas sebesar di bawah 36,0%, berbeda dengan air laut Mediterranean yang dikelilinginya. Padahal kedua air laut tersebut (air laut Mediterranean dan air laut Atlantik) bertemu di satu tempat di kedalaman sektiar 1000 meter, tetapi keadaan masing-masing kedua air laut tersebut tidak saling mempengaruhi. Ini terjadi karena ada batas yang memisahkan di antara pertemuan dua air laut tersebut. maupun kadar garam sekitar di atas 36,5% dari air laut Mediterranean yang telah berada di kedalaman air laut Atlantik, tetap tidak terpengaruh oleh suhu maupun salinitas (kadar garam) dari air laut Atlantik yang mengelilinginya. Dimana air laut Atlantik di kedalaman sekitar 1000 meter yang mengelilingi air laut (yang tadinya berasal dari) Mediterranean juga memiliki suhu dan salinitas (kadar garam)-nya sendiri yang berbeda, yaitu bersuhu sekitar 10,0Penegasan Al Quran dan pembuktian ilmiah ini dapat ditemukan yaitu pada peristiwa air laut dari Mediterranean yang masuk ke wilayah perairan laut Atlantik sampai ke kedalaman sekitar 1000 meter dari permukaan laut. Ternyata derajat kehangatan (suhu) sekitar 11,5
“Modern Science has discovered that in estuaries, where fresh (sweet) and salt water meet, the situation is somewhat different from what is found in places where two seas meet. It has been discovered that what distinguishes fresh water from salt water in estuaries is a “pycnocline zone with a marked density discontinuity separating the two layers.” (sumber: Oceanography, Gross, Page - 242)
Semua ini adalah bukti keajaiban Al Quran dalam menegaskan adanya batas di antara pertemuan dua air laut yang membuat masing-masing keadaan dari kedua air laut yang bertemu di satu tempat tersebut tetap dipertahankan. Perlu diketahui bahwa untuk melakukan penyelidikan ke bawah laut tidaklah semudah seperti kalau anda akan berenang di kolam. Ada banyak rintangan mulai dari tekanan air dan persediaan udara untuk menyokong kehidupan penyelam. Juga tidak semudah masuk begitu pula untuk keluarnya, karena selain masuk menuju kedalaman lautan butuh persiapan yang baik, maka demikian pula untuk keluar menuju permukaan laut membutuhkan pengetahuan yang tidak asal-asalan.
Kalau anda mencoba menyelam ke kedalaman lautan apalagi untuk waktu cukup lama, dan menuju permukaan secara langsung tanpa perlahan setahap demi setahap, maka boleh jadi anda akan terserang pingsan, karena perbedaan tekanan yang begitu cepat akan mengagetkan jaringan tubuh. Untuk semua bentuk persiapan ini adalah hal yang tidak dapat dilakukan oleh manusia di masa kehidupan Rasulullah.
Namun penegasan Al Quran tentang adanya batas di antara kedua lautan ini diakui kebenarannya di masa jauh ke depan melampaui masa kehidupan Muhammad Saw yaitu setelah kemajuan ilmu pengetahuan & tehnologi modern tercapai.
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain masin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (Q.S Al Furqan:53)
Jika Anda termasuk orang yang gemar menonton acara TV `Discovery Chanel’ pasti kenal Mr. Jacques Yves Costeau, ia seorang ahli Oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis. Orang tua yang berambut putih ini sepanjang hidupnya menyelam ke berbagai dasar samudera di seantero dunia dan membuat film dokumenter tentang keindahan alam dasar laut untuk ditonton oleh seluruh dunia.
Pada suatu hari ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, tiba-tiba Captain Jacques Yves Costeau menemui beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya karena tidak bercampur/tidak melebur dengan air laut yang asin di sekelilingnya, seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya.
Fenomena ganjil itu membuat bingung Mr. Costeau dan mendorongnya untuk mencari tahu penyebab terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan. Ia mulai berpikir, jangan-jangan itu hanya halusinansi atau khalayan sewaktu menyelam. Waktu pun terus berlalu setelah kejadian tersebut, namun ia tak kunjung mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang fenomena ganjil tersebut.
Sampai pada suatu hari ia bertemu dengan seorang profesor muslim, kemudian ia pun menceritakan fenomena ganjil itu. Profesor itu teringat pada ayat Al Quran tentang bertemunya dua lautan (surat Ar-Rahman ayat 19-20) yang sering diidentikkan dengan Terusan Suez. Ayat itu berbunyi “Marajal bahraini yaltaqiyaan, bainahumaa barzakhun laayabghiyaan…” Artinya: “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” Kemudian dibacakan surat Al Furqan ayat 53 di atas.
Selain itu, dalam beberapa kitab tafsir, ayat tentang bertemunya dua lautan tapi tak bercampur airnya diartikan sebagai lokasi muara sungai, di mana terjadi pertemuan antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Namun tafsir itu tidak menjelaskan ayat berikutnya dari surat Ar-Rahman ayat 22 yang berbunyi “Yakhruju minhuma lu’lu`u wal marjaan” Artinya “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” Padahal di muara sungai tidak ditemukan mutiara.
Terpesonalah Mr. Costeau mendengar ayat-ayat Al Qur’an itu, melebihi kekagumannya melihat keajaiban pemandangan yang pernah dilihatnya di lautan yang dalam. Al Qur’an ini mustahil disusun oleh Muhammad yang hidup di abad ke tujuh, suatu zaman saat belum ada peralatan selam yang canggih untuk mencapai lokasi yang jauh terpencil di kedalaman samudera.
Benar-benar suatu mukjizat, berita tentang fenomena ganjil 14 abad yang silam akhirnya terbukti pada abad 20. Mr. Costeau pun berkata bahwa Al Qur’an memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar. Dengan seketika dia pun memeluk Islam.
Subhanallah… Mr. Costeau mendapat hidayah melalui fenomena teknologi kelautan. Maha Benar Allah yang Maha Agung. Shadaqallahu Al `Azhim. Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Sesungguhnya hati manusia akan berkarat sebagaimana besi yang dikaratkan oleh air.” Bila seorang bertanya, “Apakah caranya untuk menjadikan hati-hati ini bersih kembali?” Rasulullah s.a.w. bersabda, “Selalulah ingat mati dan membaca Al Quran.”
Wallahu a’lam. Informasi lebih lanjut klik disini.
Tempat Terendah di Muka Bumi
Ar Ruum (Romawi) 30:1-3 :
“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Rumawi. Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang.”
Adna’l Ardli diterjemahkan menjadi “negeri yang terdekat” di dalam bahasa Indonesia. Sebenarnya arti harfiah dari kata Adna adalah “rendah” dan Ardli adalah “bumi”. Sehingga Adna’l Ardli dapat diterjemahkan menjadi“tempat terendah di bumi”. Hal yang paling menarik disini, yaitu tahap yang menentukan dari peperangan yang berlaku di antara kerajaan Romawi
Byzantine dan kekaisaran Persia, dimana pada saat itu Byzantine dikalahkan dan kehilangan Yerusalem, berlangsung di basin Laut Mati, yang terletak di persimpangan wilayah antara Syria, Palestina, dan Jordania. Laut Mati terletak 395 meter di bawah permukaan laut, sesungguhnya adalah tempat terendah di permukaan bumi.
Menguak Kejadian Yang Akan Datang/ Belum Terjadi
Sisi keajaiban lain dari Al Qur'an adalah ia memberitakan terlebih dahulu sejumlah peristiwa yang akan terjadi di masa mendatang. Ayat ke-27 dari surat Al Fath, misalnya, memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman bahwa mereka akan menaklukkan Mekah, yang saat itu dikuasai kaum penyembah berhala:
"Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rosul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui, dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat." (Al Qur'an, 48:27)
Ketika kita lihat lebih dekat lagi, ayat tersebut terlihat mengumumkan adanya kemenangan lain yang akan terjadi sebelum kemenangan Mekah. Sesungguhnya, sebagaimana dikemukakan dalam ayat tersebut, kaum mukmin terlebih dahulu menaklukkan Benteng Khaibar, yang berada di bawah kendali Yahudi, dan kemudian memasuki Mekah.
Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa depan hanyalah salah satu di antara sekian hikmah yang terkandung dalam Al Qur'an. Ini juga merupakan bukti akan kenyataan bahwa Al Qur'an adalah kalam Allah, Yang pengetahuan-Nya tak terbatas. Kekalahan Bizantium merupakan salah satu berita tentang peristiwa masa depan, yang juga disertai informasi lain yang tak mungkin dapat diketahui oleh masyarakat di zaman itu. Yang paling menarik tentang peristiwa bersejarah ini, yang akan diulas lebih dalam dalam halaman-halaman berikutnya, adalah bahwa pasukan Romawi dikalahkan di wilayah terendah di muka bumi. Ini menarik sebab "titik terendah" disebut secara khusus dalam ayat yang memuat kisah ini.
Dengan teknologi yang ada pada masa itu, sungguh mustahil untuk dapat melakukan
pengukuran serta penentuan titik terendah pada permukaan bumi. Ini adalah berita dari Allah yang diturunkan untuk umat manusia, Dialah Yang Maha Mengetahui.
Langit Yang Mengembang (Expanding Universe)
Dalam Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Menurut Al Qur’an langit diluaskan/mengemban g. Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus “mengembang”.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi.
Gunung yang Bergerak
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” [QS 27:88]
14 abad lampau seluruh manusia menyangka gunung itu diam tidak bergerak. Namun dalam Al Qur’an disebutkan gunung itu bergerak.
Gerakan gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah, seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika mereka bergerak saling menjauhi.
Gambar Gerakan Gunung / BenuaPara ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe; General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s. 30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
sumber : http://www.keajaibanalquran.com
Dari semua bukti diatas yang merupakan sebagian kecil bukti saja dalam Al Qur'an, telah dapat dijadikan bukti kuat bahwa dengan peradaban abad ke 6 pada masa Rosululloh Muhammad dengan segala keterbatasannya sangatlah mustahil apabila beliau mengarang sendiri atas semua isi Al Qur'an. Teori konstelasi, ekspanding universe, rangkaian DNA, mengetahui kejadian yang belum terjadi, pergerakan lempeng, pertemuan 2 arus laut, semua itu sangatlah mustahil apabila dituduhkan sebagai karangan Muhammad belaka, dan lebih dari cukup untuk membuktikan bahwa isinya merupakan Kalamulloh.
[+/-] Selengkapnya...
[+/-] Ringkasan saja...
Berikut ini akan dipaparkan beberapa hal yang merupakan bukti bukti nyata yang makin meyakinkan kita bahwa Al Qur'an bukanlah hasil rekaan Nabi Muhammad SAW, melainkan wahyu Alloh yang diturunkan kepada beliau sebagai RasulNya
Lebah Betina
An Nahl (Lebah), 16:68 :“Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah : ‘buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia”
Kata kerja “buatlah” adalah terjemahan dari kata Arab attakhidzi yang merupakan bentuk feminin. Bahasa Arab mengenal bentuk feminin, (muannats) dan bentuk maskulin (muzakkar) seperti bahasa Jerman yang memisahkan kata bendanya menjadi feminin (ditandai dengan “die), maskulin (ditandai dengan “der”) serta netral (ditandai dengan “das”).
Bentuk feminin digunakan jika seluruh hal yang diacunya itu adalah perempuan atau betina, sedangkan bentuk maskulin digunakan jika sebuah kelompok terdiri atas paling sedikit satu laki-laki atau pejantan. Oleh karena itu, ayat Al Qur’an itu sebenarnya berbunyi,
“Buatlah, wahai lebah-lebah betina, sarang-sarang…”
Sekelompok lebah terdiri dari tiga jenis : seekor ratu betina, lebah-lebah pekerja (yang mengumpulkan madu dan membuat sarang), dan lebah-lebah pejantan, yang tugas satu-satunya adalah membuahi lebah ratu dan kemudian dibunuh oleh lebah-lebah pekerja. Lebah-lebah yang terakhir ini (pekerja) berjenis kelamin betina dengan organ-organ seks yang tidak berkembang. Jadi, kata-kata dalam perintah ini sesuai dengan kenyataan bahwa lebah-lebah jantan tidak ikut serta dalam membangun sarang – hanya lebah-lebah pekerja betina saja yang terlibat dalam kegiatan ini.
Pergantian Malam & Siang serta Bentuk Bumi
Az Zumar (Rombongan-Rombongan) 39 : 5 yaitu :
“Dia telah menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar. Dia menyelimutkan malam atas siang dan menyelimutkan siang atas malam…
Prof. Jeffrey Lang, seorang profesor matematika di Universitas Kansas mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : Kata kerja bahasa Arab kawwara (attsulatsi mujarrot/akar kata dari takwir & yukawwir yang terdiri dari huruf kaf, wau, & ro – K, W, R) yang diterjemahkan di atas sebagai “menyelimutkan” (Depag RI menerjemahkannya sebagai “menutupkan”) memiliki makna yang lebih tepat. Kata itu berasal dari akar kata bahasa Arab yang sama untuk kata bola (kurah – terdiri dari huruf kaf, wau, & ro yang ditambah akhiran huruf ta’ marbuthoh yang dibaca ha – K, W, R, + H) dan secara pasti memiliki makna membungkus atau membelitkan sesuatu di sekeliling sebuah
objek yang bundar, seperti membelitkan tali di sekeliling gulungan benang.
Dari perspektif planet bumi, hal ini betul-betul serupa dengan apa yang terjadi, bahwa setengah lingkaran malam yang diikuti setengah lingkaran siang diselimutkan pada permukaannya secara terus-menerus. Hal ini disebabkan oleh rotasi bumi dan posisi matahari yang relative tetap terhadap bumi. Ungkapan yang digunakan Al Qur’an dalam menggambarkan hal ini sungguh”hebat” kecuali kalau kita menerima bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah.
Al Furqon (Pembeda) 25:62 : “Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur.”
Matahari & Bulan
Nuuh (Nabi Nuh), 71:15-16 : “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? Dan Allah menciptakan padanya bulan (qomar) sebagai cahaya (nur) dan menjadikan matahari (syams) sebagai pelita (siroj)?”
An Nabaa’ (Berita Besar) 78 : 12-13: “Dan Kami bangun di atas kamu tujuh buah yang kokoh. Dan Kami jadikan pelita (siroj) yang amat terang (wahhaj)”
Al Furqaan (Pembeda) 25:61: “Maha Suci Dia yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang (buruj) dan Dia menjadikan juga padanya pelita (matahari) dan bulan yang bercahaya.”
Banyak ayat dalam Al Qur’an yang menyebut matahari dan bulan. Bila kata-kata bahasa Arab ini diselidiki, terungkaplah sifat yang menarik. Pada ayat-ayat ini, kata siroj (lampu) dan wahhaj (terang membara) dipakai untuk matahari (syamsi), sedangkan untuk bulan (qomar), digunakan kata munir (cerah berbinar-binar) dan nuur (cahaya). Sungguh, manakala matahari menghasilkan panas yang amat tinggi & sinar yang amat terang sebagai akibat dari reaksi nuklir di dalamnya, bulan hanya memantulkan cahaya yang diterimanya dari matahari.
Perbedaan antara matahari & bulan itu sungguh merupakan bukti dalam ayat ini. Yang satu dilukiskan sebagai sumber cahaya dan yang lain sebagai pemantul cahaya. Ini adalah bukti ilmiah karena pengetahuan mengenai matahari sebagai bintang, dan bulan sebagai semacam planet yang tidak memiliki sumber cahaya sendiri baru diketahui berabad-abad kemudian semenjak wahyu ini diturunkan 1400 tahun silam.
Penentuan Jenis Kelamin Bayi
An Najm (Bintang) 53: 45-46
“Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. Dari air mani, apabila dipancarkan.”
Sampai beberapa waktu terakhir ini, orang-orang memperkirakan bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh gen-gen lelaki dan perempuan secara bersamaan. Ilmu genetika dan mikrobiologi yang kian maju pada abad ke-20 membuktikan bahwa pihak perempuan tidak berperan dalam proses ini. Dua dari 46 kromosom yang menentukan struktur manusia merupakan kromosom jenis kelamin. Kromosom-kromosom ini disebut XY pada pria dan
XX pada wanita karena bentuk kromosomnya menggambarkan huruf-huruf ini. Kromosom Y adalah kromosom yang pada khususnya membawa gen-gen laki-laki. Pembentukan bayi berawal dengan penyatuan dua kromosom: satu dari si ayah dan satu dari si ibu. Karena perempuan hanya memiliki kromosom X, sel-sel reproduksinya (ovum) hanya akan mengandung kromosom ini.
Di sisi lain, lelaki mempunyai kromosom X & Y, sehingga setengah dari sel-sel reproduksinya (spermatozoa) merupakan kromosom X dan setengah lainnya Y. Jika suatu sel telur menyatu dengan spermatozoa yang mengandung kromosom X, keturunannya adalah perempuan; jika
penyatuannya dengan sperma yang mengandung kromosom Y, keturunannya adalah laki-laki.
Dengan kata lain, jenis kelamin bayi ditentukan oleh yang mempunyai kromosom X dan Y, yaitu pihak laki-laki, yang menyatu dengan kromosom X dari si perempuan. Hal ini sama sekali belum
diketahui hingga penemuan genetika pada abad ke-20. Di dalam banyak budaya, justru diyakini bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh
kondisi tubuh (kesehatan dan lain-lain) sang ibu. Itulah sebabnya mengapa wanita-wanita disalahkan bila mereka mendapatkan anak perempuan (keyakinan primitif ini masih sering terjadi, termasuk di negara kita yang tercinta). Akan tetapi, 13 abad sebelum pengetahuan mengenai gen-gen ini ditemukan, Al Qur’an mengungkapkan informasi yang menyangkal kepercayaan tradisional ini. Ayat diatas dengan jelas menyatakan bahwa jenis kelamin dari bayi yang terlahir bukanlah ditentukan oleh kondisi si ibu, melainkan oleh gen yang dibawa si lelaki.
Sidik Jari
Al Qiyaamah (Hari Kebangkitan) 75: 3-4:
“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun (kembali) ujung jari-jemarinya dengan sempurna.”
Mengapa ujung jari? Ada apa di ujung jari? Terdapat suatu ciri yang membedakan seorang manusia dengan 6 milyar penduduk bumi lainnya, suatu ciri yang unik dan tidak memiliki duanya diantara 6 milyar penduduk bumi, suatu ciri yang baru diketemukan pada abad ke-19 dan oleh ilmuwan Henry Faulds dari Inggris dinyatakan tidak berubah sepanjang hayat. Suatu ciri yang tidak mungkin diketahui oleh seorang Nabi Arab yang ummy (buta huruf) pada abad ke-7 Masehi, karena penggunaan ciri yang disebut sidik jari ini baru dikenal luas pada tahun 1884 sebagai identifikasi para pelaku kriminal. Jika pola pikir anda sama seperti kaum Arab pada abad ke-7 yang menganggap kebangkitan kembali adalah kemustahilan , takutlah pada Allah yang telah mengetahui kondisi janin secara detail dan juga Tuhan yang telah menaruh sidik jari di setiap ujung jari manusia yang pernah terlahir di bumi.
selanjutnya klik -->>disini
[+/-] Selengkapnya...
[+/-] Ringkasan saja...